Dewasa ini kaum Syi’ah semakin gencar mendakwahkan keyakinan mereka kepada umat Islam, tak tanggung-tanggung diantara mereka mau berkorban waktu dan tenaga untuk menekuni kitab-kitab hadits Ahlus Sunnah dalam rangka untk mencari pembenaran terhadap mazhab mereka dan kemudian mendakwahkannya kepada kaum muslimin Ahlus Sunnah.
Diantara Syubhat yang sering dilontarkan oleh kaum Syi’ah adalah pemahaman mengenai hadits Tsaqalain yang terdapat pada literatur Sunni, dimana dengan mereka berhujjah dengan hadits Tsaqalain tersebut mereka ingin mengatakan bahwa aqidah yang mereka yakini adalah benar dan didukung oleh literatur Ahlus Sunnah. Kaum syi’ah menjadikan hadits tersebut sebagai Hujjah kema’shuman Ahlul Bait, yang menurut logika mereka karena Tsaqalain adalah pegangan/pedoman umat dan ahlul bait bergandengan dengan Kitabullah dalam hadits tersebut, maka ahlul bait terlepas dari segala kesalahan. Dan dengan hadits tersebut pula mereka berhujjah bahwa ahlul bait-lah yang lebih utama dari para sahabat dan berhak menjadi khalifah setelah Rasulullah dan menganggap 3 khalifah sebelumnya telah merampas kekhalifahan dari tangan ahlul bait.
Baiklah, pada tulisan kali ini, sedikit saya mengkritisi pemahaman mereka terhadap hadits tsaqalain tersebut.
Hadits Tsaqalain telah diriwayatkan dalam banyak hadis dengan sanad yang berbeda dalam kitab-kitab hadis. Diantara kitab-kitab hadis itu adalah Shahih Muslim, Sunan Ad Darimi, Sunan Tirmidzi, Musnad Abu Ya’la, Musnad Al Bazzar, Mu’jam At Thabrani, Musnad Ahmad bin Hanbal, Shahih Ibnu Khuzaimah, Mustadrak Ash Shahihain, Majma Az Zawaid Al Haitsami, Jami’As Saghir As Suyuthi dan Al Kanz al Ummal.
Hadits Tsaqalain tershahih diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim juz II hal 279 bab Fadhail Ali
Muslim meriwayatkan telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Shuja’ bin Makhlad dari Ulayyah yang berkata Zuhair berkata telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ibrahim dari Abu Hayyan dari Yazid bin Hayyan yang berkata ”Aku, Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim pergi menemui Zaid bin Arqam. Setelah kami duduk bersamanya berkata Husain kepada Zaid ”Wahai Zaid sungguh engkau telah mendapat banyak kebaikan. Engkau telah melihat Rasulullah SAW, mendengarkan hadisnya, berperang bersamanya dan shalat di belakangnya. Sungguh engkau mendapat banyak kebaikan wahai Zaid. Coba ceritakan kepadaku apa yang kamu dengar dari Rasulullah SAW. Berkata Zaid “Hai anak saudaraku, aku sudah tua, ajalku hampir tiba, dan aku sudah lupa akan sebagian yang aku dapat dari Rasulullah SAW. Apa yang kuceritakan kepadamu terimalah,dan apa yang tidak kusampaikan janganlah kamu memaksaku untuk memberikannya.
Lalu Zaid berkata ”pada suatu hari Rasulullah SAW berdiri di hadapan kami di sebuah tempat yang bernama Ghadir Khum seraya berpidato, maka Beliau SAW memanjatkan puja dan puji atas Allah SWT, menyampaikan nasehat dan peringatan. Kemudian Beliau SAW bersabda “Ketahuilah wahai manusia sesungguhnya aku hanya seorang manusia. Aku merasa bahwa utusan Tuhanku (malaikat maut) akan segera datang dan Aku akan memenuhi panggilan itu. Dan Aku tinggalkan padamu dua hal yang berat (Ats-Tsaqalain). Yang pertama Kitabullah (Al-Quran) di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya,maka berpegang teguhlah dengan Kitabullah”. Kemudian Beliau melanjutkan, “dan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian akan Ahlul Bait-Ku”
Lalu Husain bertanya kepada Zaid ”Hai Zaid siapa gerangan Ahlul Bait itu? Tidakkah istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait? Jawabnya “Istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait. Tetapi yang dimaksud Ahlul Bait disini adalah orang yang tidak diperkenankan menerima sedekah setelah wafat Nabi SAW”, Husain bertanya “Siapa mereka?”.Jawab Zaid ”Mereka adalah Keluarga Ali, Keluarga Aqil, Keluarga Ja’far dan Keluarga Ibnu Abbes”. Apakah mereka semua diharamkan menerima sedekah (zakat)?” tanya Husain; “Ya”, jawabnya.
Jelas sekali pada teks hadits tersebut yang menjadi pegangan mutlak umat adalah Kitabullah saja, sedangkan ahlul bait salah satu hal yang berat yang diperingatkan oleh Rasulullah kepada umat-nya dan tidak ada keterangan pada teks tersebut perintah berpegang teguh kepada ahlul bait. inilah pemahaman yang benar terhadap hadits tsaqalain. kita berpegang teguh kepada ahlul bait dengan syarat jika ahlul bait tsb berpegang teguh kepada Al-Qur’an.
Kitabullah adalah wasiat terbesar Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan tidak akan sesat orang-orang yang berpegang teguh padanya. Hal ini sesuai dengan hadits-hadits shahih berikut ini :
سَأَلْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أَوْفَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا هَلْ أَوْصَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لاَ قُلْتُ فَكَيْفَ كُتِبَ عَلَى الْمُسْلِمِينَ الْوَصِيَّةُ أَوْ فَكَيْفَ أُمِرُوا بِالْوَصِيَّةِ قَالَ أَوْصَى بِكِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ. رواه البخاري ومسلم
Aku bertanya kepada Abdullah ibnu Abi Aufa: “Apakah Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam memberikan wasiat?” Beliau menjawab: “Tidak.” Maka saya katakan: “Kalau begitu bagaimana dia menuliskan buat manusia pesan-pesan atau memerintahkan wasiatnya?” Dia menjawab: “Beliau mewasiatkan dengan kitabullah ‘azza wajalla”. (HR. Bukhari; Fathul Bary 3/356, hadits 2340; dan Muslim dalam Kitabul Wasiat 3/1256, hadits 16).
dan
وَقَدْ تَرَكْتُ فِيْكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُ إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كِتَابُ اللهِ. رواه مسلم
Aku tinggalkan untuk kalian sesuatu yang kalian tidak akan tersesat setelah-ya jika kalian berpegang teguh dengan-ya yaitu kitabullah (al-Al-Qur’an). (HR. Muslim)
Hadits Muslim di atas disabdakan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam di bukit Arafah pada saat beliau melaksanakan haji Wada’ (perpisahan) dihadapan sejumlah besar kaum muslimin tanpa menyebutkan kata-kata ahlul bait sesudahnya.
Lalu apa maksud peringatan rasulullah mengenai ahlul bait beliau sampai 3 kali dan menjadikan ahlul bait menjadi salah satu dari Ats Tsaqalain? jelas terlihat kalimat beliau di atas seperti seseorang yang menitipkan sesuatu miliknya yang berharga yang dia amat sayangi dalam hal ini adalah ahlul bait (keluarga) beliau.. dan ini adalah hal yang sangat wajar, jangankan rasulullah manusia yang paling mulia yang memiliki keluarga yang mulia, kita pun jika kita akan pergi jauh dan tidak bisa membawa keluarga kita, pastilah kita akan menitipkan keluarga kita kepada orang-orang yang kita percayai dengan harapan keluarga kita akan diperlakukan dengan baik, dijaga, dihormati dan diberikan hak-haknya.
pemahaman ini sesuai dengan firman Allah :
“…Katakanlah: Aku tidak meminta kepadamu suatu apapun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam keluargaku.” (As-Syura:23)
Seolah-olah dalam hadits tersebut Rasulullah mengetahui apa yang akan terjadi terhadap ahlul bait beliau, perlakuan umatnya terhadap ahlul bait beliau, dimana paling tidak terdapat 3 kategori sikap/perlakuan yg nyata yg eksis ada pada umat yg mengaku umat beliau terhadap ahlul bait beliau sampai hari ini yaitu :
1. Yang membenci ahlul bait diwakili oleh kaum An-Nawashib
2. Yang berlebihan mencintai sampai pd taraf mengkultuskan Ahlul Bait yg diwakili oleh kaum syi’ah
3. Yang berada pada pertengahan, yaitu yang mencintai ahlul bait sesuai kedudukan mereka dan tidak mengkultuskan mereka, yg diwakili oleh ahlus sunnah
Sebagian Syi’ah menyangkal, dalam teks di atas hanya peringatan saja dan tidak menyebutkan mengenai perlakuan atau sikap kita kepada ahlul bait. Saya jawab, bukankah dalam hadits-hadits tsaqalain yg lain ada teks yang berbunyi “perhatikan bagaimana kalian memperlakukan kedua-nya (yaitu Kitabullah dan Ahlul Bait)”.
Maka uslub hadits riwayat Muslim di atas sebagai riwayat tershahih mengenai tsaqalain yang saya pegang dalam memahami hadits-hadits tsaqalain yang lain, bukanlah sebaliknya, pemahaman hadits muslim mengikuti pemahaman hadits-hadits yang lain.
Hal senada dengan teks Muslim juga terdapat pada hadits riwayat Sunan Ad Darimi dan Musnad Ahmad yang memiliki redaksi “kuperingatkan kalian akan Ahlul Baitku”, dan dalam hadis tersebut tidak terdapat indikasi untuk berpegang teguh pada Ahlul Bait.
Lalu pertanyaan berikutnya, bagaimana dengan teks-teks hadits yang lain sebagaimana contoh :
Hadis dalam Mustadrak As Shahihain Al Hakim juz III hal 148
Al Hakim meriwayatkan telah menceritakan kepada kami seorang faqih dari Ray Abu Bakar Muhammad bin Husain bin Muslim, yang mendengar dari Muhammad bin Ayub yang mendengar dari Yahya bin Mughirah al Sa’di yang mendengar dari Jarir bin Abdul Hamid dari Hasan bin Abdullah An Nakha’i dari Muslim bin Shubayh dari Zaid bin Arqam yang berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda. “Kutinggalkan kepadamu dua peninggalan (Ats Tsaqalain), kitab Allah dan Ahlul BaitKu. Sesungguhnya keduanya tak akan berpisah, sampai keduanya kembali kepadaKu di Al Haudh“
Al Hakim menyatakan dalam Al Mustadrak As Shahihain bahwa sanad hadis ini shahih berdasarkan syarat Bukhari dan Muslim.
juga
dari Zaid bin Arqam yang berkata Nabi SAW bersabda “Aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang-teguh padanya maka kalian tidak akan sesat yaitu Kitab Allah azza wa jalla dan ItrahKu Ahlul BaitKu dan keduanya tidak akan berpisah hingga kembali kepadaKu di Al Haudh. (Ma’rifat Wal Tarikh Yaqub bin Sufyan Al Fasawi 1/536)
Dua hadits di ataspun (jika shahih) adalah riwayat dari sahabat yang sama seperti pada riwayat Muslim yaitu Zaid bin Arqam ra, Maka, dalam memahami hadits di atas kita kembali pada uslub yang dipakai dalam riwayat Muslim sebagai hadits tershahih, yang wajib di pegang teguh agar tidak sesat adalah Kitabullah, sedangkan ithrati ahlul bait adalah salah satu dari Tsaqalain yang diperingatkan oleh rasulullah, yaitu dalam perlakuan kita kepada mereka, sehingga jika kita berpegang teguh dlm memperlakukan ahlul bait dengan benar, maka kita tidak akan sesat… Mungkin timbul pertanyaan, bagaimana memperlakukan ahlul bait yang benar?, jawabannya ya berpegang teguhlah dengan kitabullah dalam hal tersebut.
sebagaimana hadits Rasulullah shalallahu alaihi wa salam :
“Rasulullah SAW berdiri ketika Allah SWT menurunkan ayat “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Q.S. al-Syu’ara: 214)”, beliau bersabda: “Wahai orang-orang Quraisy, belilah (selamatkanlah) diri kalian (dari siksa), aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepada kalian terhadap Allah SWT. Wahai Bani Manaf, aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepada kalian terhadap Allah SWT. Wahai Abbas bin Abdul Muthalib, aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepadamu terhadap Allah SWT. Wahai Shafiyah bibi utusan Allah, aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepadamu terhadap Allah SWT. Wahai Fathimah putri Muhammad SAW, mintalah apa saja yang engkau inginkan dari hartaku, aku tidak kuasa memberi jaminan apapun kepadamu terhadap Allah SWT.” [H.R. Bukhari]
Sedangkan uslub yg dipakai pada hadits Al-Hakim tersebut adalah meringkas isi dari ats tsaqalain yaitu Kitabullah dan Ithrati ahlul bait, sedangkan penjelasan mengenai “berpegang teguh padanya” ada pada shahih Muslim.
Lalu apa maksud kedua-nya tidak akan berpisah hingga kembali kepadaku di telaga Haudh pada hadits tersebut? artinya dua-duanya akan tetap berlaku menjadi 2 peninggalan yang berat (tsaqalain) bagi umat beliau sampai hari kiamat, karena jika 2 hal tsb berpisah, bukan tsaqalain lagi namanya. Kita dapati hingga saat ini banyak umat Islam yang tidak lagi berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan buruk perlakuan mereka terhadap Al-Qur’an dan kita dapati pula sampai hari ini terdapat berbagai kelompok umat sebagaimana yg telah saya sebutkan di atas dalam bersikap (berkeyakinan) terhadap ahlul bait, sehingga diantara mereka ada yang telah sesat dan menyesatkan.. maka Shadaqa Rasul Shalallahu alaihi wa sallam yang telah memperingatkan kita dengan hadits tersebut.
Hingga keduanya kembali kepada Rasulullah di telaga Haudh. Kalau Al-Qur’an sudah jelas, nanti di akhirat bahkan akan menjadi saksi atas manusia, sedangkan ahlul bait, berdasarkan hadits tersebut, maka ahlul bait akan berkumpul kembali dengan Rasulullah di akhirat nanti.
Sebagai penguat pemahaman ini, jika memang ahlul bait menjadi pegangan bagi umat sebagaimana yg dipahami oleh Syi’ah, tentu akan banyak ayat Al-Qur’an yang menyebutkannya dengan jelas, tetapi kenyataannya yang banyak disebutkan adalah kita diperintahkan untuk ta’at kepada Allah (dalam hal ini kitabullah) dan ta’at kepada Rasul-Nya (dalam hal ini sunnah Rasul) dan (1 ayat) kemudian baru taat kepada pemimpin/amir dari kaum mukminin.
Sehingga dalam hal ini, kedudukan ahlul bait sama dengan sahabat, yang juga merupakan hujjah bagi umat karena memang pada saat itu mereka adalah satu kurun atau generasi dan melebur menjadi satu umat. ayat untuk ahlul bait adalah Al-Ahzab:33 (istri-istri Nabi termasuk di dalamnya) dan untuk sahabat adalah Al-Fath:18, At-Taubah : 100 dan lainnya. Kedudukan Ahlul Bait tidaklah bisa melampui kedudukan Sunnah Rasulullah yang banyak disebutkan dalam Alqur’an yang selalu digandengkan dengan keta’atan kepada Allah. “Barangsiapa taat kepada Rasul berarti taat kepada Allah” (An-Nisa :80). Dan firman-Nya: “..Dan Allah beserta Rasul-Nya itulah yang lebih berhak di dambakan keridhoan-Nya“.(An-Nisa:136). Masih banyak lagi ayat Al-Qur’an yang semakna dengan ayat-ayat diatas. Tetapi keutamaan ahlul bait dibandingkan dengan kaum muslimin yang lain adalah karena mereka keluarga seorang manusia paling mulia yaitu Rasulullah Shalallahu Alaihi Wa Sallam yang Allah Azza wa Jalla telah menganugerahi keutamaan kepada beliau dengan membersihkan ahlul bait beliau dari segala kotoran dosa dan mengampuni mereka, yang hal tersebut bukan hanya diberikan kepada istri-istri beliau saja sebagaimana dalam Al-Ahzab : 33, tetapi juga kepada menantu, anak perempuan dan kedua cucu beliau atas permohonan beliau kepada Allah pada hadits Kisa’. dan ahlul bait beliau akan kembali berkumpul dengan beliau di telaga Haudh. Dan semua itu dianugerahkan oleh Allah kepada Rasul-Nya agar beliau merasa puas sebagaimana tersebut dalam firmannya dalam surat Adh-Dhuha : 5 : “Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu sehingga engkau (Muhammad) menjadi puas“.
Kesimpulan ats Tsaqalain (dua hal yang berat) adalah : Kitabullah dan Ahlul Bait, tetapi kedudukan keduanya berbeda, yang pertama (Kitabullah) lebih agung daripada yg kedua (Ahlul bait), kalimat ini juga terdapat dalam salah satu hadits-hadits tsaqalain (lepas dari shahih tidaknya hadits tersebut), maka kitabullah-lah yang wajib dipegang teguh agar tidak sesat sedangkan ahlul bait adalah salah satu dari dua hal berat (tsaqalain) yang diperingatkan oleh Rasulullah kepada umatnya yang jika umat beliau berpegang teguh dengan Al-Qur’an dalam memperlakukan ahlul bait beliau, maka mereka tidak akan sesat. Dan Rasulullah berpesan agar kita berhati-hati dalam memperlakukan ke-duanya.
Maka pemahaman kaum syi’ah selama ini terhadap hadits Tsaqalain adalah tidak benar.
Wallahu A’lam bishowab.
Dikirim oleh saudara yang bernickname AntiRafidhah
Tambahan dari Ibnu Sabil :
Dalam hadits Tsaqalain riwayat Muslim di atas, telah disebutkan bahwa sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tersebut terjadi di Ghadir Khum,
Lalu Zaid berkata ”pada suatu hari Rasulullah SAW berdiri di hadapan kami di sebuah tempat yang bernama Ghadir Khum seraya berpidato, maka Beliau SAW memanjatkan puja dan puji atas Allah SWT, menyampaikan nasehat dan peringatan. Kemudian Beliau SAW bersabda “Ketahuilah wahai manusia sesungguhnya aku hanya seorang manusia. Aku merasa bahwa utusan Tuhanku (malaikat maut) akan segera datang dan Aku akan memenuhi panggilan itu. Dan Aku tinggalkan padamu dua hal yang berat (Ats-Tsaqalain). Yang pertama Kitabullah (Al-Quran) di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya,maka berpegang teguhlah dengan Kitabullah”. Kemudian Beliau melanjutkan, “dan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian akan Ahlul Bait-Ku”
Hal ini mengingatkan saya tentang konteks hadits Ghadir Khum, bahwa sabda-sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang beliau ucapkan di tempat tersebut berkaitan dengan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu yang diprotes oleh pasukan beliau dari Yaman, sehingga beliau perlu membela Imam Ali ra dengan hadits yang terkenal dengan sebutan hadits Ghadir Khum, untuk lebih jelasnya silahkan dibaca artikelnya di sini , sedangkan hadits tsaqalain di atas menurut Zaid bin Arqam ra disabdakan di tempat yang sama yaitu Ghadir Khum, sehingga semakin jelas konteks daripada hadits tsaqalain di atas yaitu konteksnya masih berkaitan dengan hadits Maula. di mana pada hadits tsaqalain di atas, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam lebih menekankan lagi peringatan kepada umat beliau akan hak-hak ahlul bait beliau, karena beliau berharap kejadian seperti yang terjadi pada Imam Ali yang merupakan salah satu ahlul bait beliau tersebut tidak terulang lagi di kemudian hari sepeninggal beliau. Maka benar apa kata saudara Antirafidhah, bahwa tsaqal yang pertama (Kitabullah) yang wajib dipegang teguh agar tidak sesat, sedangkan tsaqal yang kedua (Ahlul Bait), kaum musliminharus menjaga sikap mereka terhadap ahlul bait Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam sesuai peringatan beliau.
Wallahu A’lam BiShowab.
Artikel Terkait :
Ahlul-Bait Adalah Jaminan Keselamatan Dunia Dan Akhirat ?
Ahlul Bait dalam Surat Al-Ahzab : 33
Hadits Tsaqalain : Ahlul Bait Jaminan Keselamatan Dunia Dan Akhirat?
Hadis Tsaqalain : Membantah Syubhat Rafidhi Nashibi Terhadap Lafaz “Bihi”
http://abul-jauzaa.blogspot.com/2009/11/ahlul-bait-adalah-jaminan-keselamatan.html
Jazakallahu Khaer Ustadz atas kunjungan & artikelnya.
Mantab artikelnya Tadz.. Ijinkan saya untuk mengcopy dan mempostingnya kembali di blog ini.
“Dan Aku tinggalkan padamu dua hal yang berat (Ats-Tsaqalain). Yang pertama Kitabullah (Al-Quran) di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya,maka berpegang teguhlah dengan Kitabullah”. Kemudian Beliau melanjutkan, “dan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian akan Ahlul Bait-Ku”
Mas hadis ini sdh sangat jelas maknanya, yaitu umat Islam setelah Nabi saw wafat wajib berpegang teguh dg Kitabullah dan Ahlul Bait. Kenapa musti dibelok-belokan maknanya ?
Memahami hadis Tsaqalain spt itu org tdk mesti menjadi Syi’ah dulu.
coba anda baca lagi pelan-pelan, bukankah perintah berpegang teguh hanya kepada kitabullah?, sedangkan ahlul bait adalah termasuk satu perkara yang berat (tsaqal) yang diingatkan oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya untuk dijaga hak-hak mereka.
@ Siapa saja yg membela Syiah, Sebetulnya tidak ada yg membelok-belokkan makna. LAngsung saja, emang Ahlul Bait mengajarkan apa kepada kita?
Apakah mereka mengajarkan kita untuk membenci Abu Bakar dan Umar? Apakah mereka mengajarkan kepada kita untuk nikah mut’ah?
Apakah mereka mengajarkan kepada kita untuk percaya bahwa ada Imam Mahdi bernama Muhammad bin Hasan Al Askari yg hilang di dalam goa?
Tolong tunjukkan keterangan SHAHIH BERSAMBUNG SANADNYA sampai kepada Ahlul bait bahwa mereka mengajarkan kita untuk tu??
Saudara tolong kalau menulis hadits jangan ada yg terpotong, nanti maknanya berbeda. Jika seorang muslim sudah mulai merusak dalil-dalil kebenaran pastilah ia bukan muslim tapi seorang zionis yg kerjanya hanya merusak
Mohon izin berkomentar, wahai Bapak.
Saya berusaha untuk fokus pada subyek hadith tsaqalain.
Pertama, saya sudah cek dan betul lafaz dalam kitab Imam Muslim seperti yg Anda sampaikan. Bahwa kitabullah (Al Quran) adalah yg harus kita pegang teguh. Sedangkan untuk ahlul bayt (baik ahlul bayt yg dimaksud dalam hadith kisa’, yakni Ali, Fatimah, Hasan dan Husain, maupun dalam hadith lainnya, yaitu istri-istri Nabi saw), saya yg sedikit ilmunya ini menangkap bahwa Nabi saw bermaksud “menitipkan” kepada ummat Islam, agar menjaga (kehormatan) ahlul bayt. Saya yakin karena Nabi saw sudah memiliki petunjuk (firasat, kalau untuk orang biasa seperti kita – barangkali) bahwa beliau akan dipanggil oleh Allah swt dalam waktu dekat. Mohon maaf, tanpa mengurangi rasa ta’zim saya, mungkin seperti kita kalau mau mudik berpesan (titip) kepada tetangga agar menjaga rumah kita, demikian mungkin ilustrasi sederhananya.
Sedangkan dalam lafaz hadith-hadith tsaqalain lainnya, yg saya dapati dalam kitab Nawawi (ada 8 hadith, termasuk yg diriwayatkan oleh Ibnu Majah), berbeda dgn tulisan Anda. Yg saya pahami dari hadith-hadith tsb adalah benar bahwa yg diperintahkan oleh Nabi untuk kita pegang teguh adalah kitabullah dan ahlul bayt (beserta itrah) beliau saw. Memang demikian faktanya, setidaknya menurut pemahaman saya, dan sebaiknya jangan diutak-atik lagi. Dan ahlul bayt yg dimaksud disitu menurut saya lagi-lagi adalah ahlul bayt sebagaimana dimaksud dalam hadith kisa’ maupun istri-istri Nabi saw.
Dalam hadith juga ada yg meriwayatkan bahwa kitabullah lebih agung dibanding ahlul bayt/itrah Nabi saw. Ahlul bayt/itrah Nabi saw diikuti selama ia/mereka sejalan dgn kitabullah. Saya rasa hampir semua sepakat bahwa kitabullah lebih agung dibanding ahlul bayt/itrah Nabi saw, karena hanya orang sesat sajalah yg memandang suatu petunjuk bisa lebih agung dibanding Al Quran.
Saya mencoba melihat dari 2 sisi, wahai Bapak.
Yg pertama dari sisi syiah, setidaknya sebagian besar syiah. Bahwa sunni dianggap gagal menjaga, apa lagi mengikuti itrah ahlul bayt. Ketika keluarga Ali ra, Husain ra dihabisi di karbala (wahai Bapak, nabi sendiri telah berpesan bahwa Husain ra adalah bernasab kepada beliau saw!), kaum muslimin tidak banyak yg berdiri membelanya! Kemudian keturunannya (Zainal Abidin; Ali bin Husain) hidup sebagai tawanan dari penguasa, lalu berketurunan dan seterusnya, kenapa sunni tidak mau mengikuti 12 imam syiah yg mereka anggap sebagai itrah Nabi saw? Bahwa ada beberapa hadith yg menyebutkan bahwa Muawiyah telah mencela Ali ra, dan siapapun yg mencela sahabat (apa lagi Ali ra, salah satu sahabat terdekat Nabi saw) bisa dikatakan gugur keislamannya. Dan jika hal tsb benar adanya, maka gugurlah keabsahan kekhalifahan Islam, baik Umayah maupun Abasiyah, dst yg tegak selama berabad-abad, yg secara politik berada pada posisi yg berseberangan dgn itrah Nabi saw melalui Ali ra/Fatimah ra.
Yg kedua dari sisi sunni, setidaknya sebagian besar sunni. Bahwa ajaran syiah yg dipegang mayoritas pengikutnya saat ini mencela dan mengkafirkan begitu banyak sahabat (Abu Bakar ra, Umar ra, Uthman ra, dsb), dan bahkan istri Nabi (Aisyah ra)! Dimana Aisyah ra juga sebetulnya termasuk ahlul bayt, meski tidak termasuk ahlul kisa’. Bahwa ajaran syiah sepeninggal Husain ra, seperti banyak disusupi bid’ah – bahkan syahadat sebagai fondasi utaam keislaman pun ditambah-tambah, menyalahi syahadat yg pernah diajarkan Nabi saw sendiri. Juga penghalalan nikah mut’ah tanpa menyebutnya sebagai rukhshah, misalnya, yg secara nyata menimbulkan masalah sosial yg sangat besar di wilayah yg menghalalkan nikah mut’ah, seperti anak-anak yg tidak jelas nasabnya, dan juga sumber nafkahnya. Jika syiah mengoreksi pandangannya ttg nikah mut’ah, niscaya akan goyahlah fondasi keimanan mereka, karena teramat banyak tokoh mereka yg melakukan nikah mut’ah sepanjang sejarah, hingga saat ini.
Sebagai penutup, demi Allah, saya tidak akan pernah mengakui diri saya syiah ataupun sunni, karena Nabi saw hanya mengenal kata “Islam”, bukan syiah dan juga bukan sunni. Bahwa masing-masing, baik sunni maupun syiah, menanggung beban sejarah yg teramat sangat berat. Selain hal diatas, ada pula debat tak berujung tentang Abdullah bin Saba. Dimana sunni meyakini bahwa syiah pada dasarnya adalah bentukan Abdullah bin Saba itu. Saudaraku, adalah sangat janggal jika untuk hal sepenting ini tidak ada satu hadith pun yg meriwayatkan Abdullah bin Saba. Yg ada hanya 2 kitab tulisan Sayf bin Umar, yg kalau tidak salah hanya meriwayatkan 1 hadith karena kedudukannya yg kurang bisa dipercaya. Saudaraku, menurut saya adalah teramat sangat naif jika generasi sahabat bisa kalah oleh makar Abdullah bin Saba seorang. Wahai muslim, apakah kalian berpikir bahwa Nasrani dan Yahudi hanya berdiam saja mengikuti kepemimpinan Nabi saw dan para sahabat beliau? Apakah kalian berpikir bahwa mereka tidak menggalang makar, baik yg nyata maupun yg tersembunyi di bawah tanah? Pernahkah kalian mendengar, misalnya organisasi rahasia Yahudi yg berumur hampir sepanjang agama Nasrani, seperti Illuminati? Wahai muslim, saksikanlah bahwa makar mereka berhasil dgn memecah belah ummat. Memang benar bahwa Islam pernah jaya secara geopolitik, sehingga menyebar dari jazirah Arab, timur tengah, Asia, Afrika, bahkan sebagian Eropa. Namun apakah kejayaan itu tidak seperti kejayaan Romawi dan Persia, yg (makin me)lemah ideologi/aqidahnya, sehingga runtuh ketika berhadapan dgn musuh yg sebetulnya tidak lebih kuat (pasukan Mongol pimpiman Hulagu Khan, dst). Dan akhirnya kita menjadi seperti sekarang, tak berdaya ketika Al Aqsa dan Palestina dihina oleh Israil dan sekutunya!
Bersatulah! Singkirkan perbedaan berabad silam, yg tertutupi sejarah suram (tidak jelas) akibat derasnya pertentangan politik kekuasaan. Berhentilah berdebat siapa yg lebih berhak meneruskan kepemimpinan Nabi saw, Ali ra atau Abu Bakar ra. Faktanya adalah Abu Bakar ra telah memimpin selama sekian tahun, kemudian Umar, yg wafat setelah dibunuh (menurut saya ini sangat mungkin sudah termasuk makar musuh-musuh abadi Islam; Nasrani dan/atau Yahudi), dan juga Uthman ra serta Ali ra (dimana keduanya juga wafat karena dibunuh, dan menurut saya memang inilah makar/konspirasi musuh-musuh Islam yg sesungguhnya). Tidak usahlah mendebatkan lagi mana pihak yg benar dalam perang jamal, perang siffin, dsb, karena faktanya adalah sangat menyakitkan, dimana kaum muslimin, termasuk sahabat, bahkan yg telah dijamin masuk surga, saling berhadap-hadapan dgn pedang terhunus dan berbunuhan satu sama lain. Kalaupun berdebat ttg itu semua dipandang ada gunanya, ketahuilah, bahwa mudharatnya jauh lebih besar! Lebih baik jayakan dulu Islam, lalu kita coba runut sejarah ini dgn kepala dingin. Sekedar untuk mendapatkan rwiayat yg benar. Bahkan kalaupun itu tidak bisa didapat, manfaat sejarah yg sebenarnya adalah ibrah yg bisa kita petik darinya. Dan ibrah itu adalah: STOP BERSELISIH, BERSATULAH, KARENA HANYA DGN BERSATU KALIAN BISA MENGALAHKAN MUSUH-MUSUH ALLAH!
Wallahua’lam.
Terima kasih, wahai Bapak, jika komentar ini diizinkan untuk dimuat.
Jika ada yg sudi berdiskusi, silahkan kunjungi 1syahadat.wordpress.com
Silahkan Bapak, anda bebas di sini untuk berkomentar selama komentar anda memang komentar yg layak untuk dibaca.
Ingat Bapak, saya akui memang secara tekstual hadits2 yang Bapak baca seperti itu adanya, tetapi untuk memahami suatu hadits, apalagi ternyata banyak jalur periwayatnya kita mesti melihat secara keseluruhan jalan2 nya, dan kita tahu hadits terkuat dalam sisi sanad yg kita akui adalah riwayat Muslim di atas, disamping itu sebagian besar hadits2 tsb diriwayatkan oleh sahabat yang sama yaitu sahabat Zaid bin Arqam ra, maka jika ada perbedaan lafadz diantara riwayat2 tsb, mesti kita kembalikan kepada riwayat yg terkuat disamping juga dengan memperhatikan konteks hadits tsb. Sedangkan Syi’ah hanya menggunakan riwayat2 Sunni utk mendukung pahamnya dg mengabaikan hadits2 yg melawan paham mrk.
Pertanyaan saya bagaimana anda mendefinisikan sunni/ahlus sunnah? tentang tragedi kematian Al-Husein ra merupakan kesedihan bagi seluruh kaum muslimin bukan hanya bagi sekte syi’ah, banyak versi sejarah yg menceritakan tragedi tsb, dan salah satunya yg bisa anda baca di blog ini ttg pengkhianatan syi’ah yg mengakibatkan kematian Al-Husein, seharusnya merekalah yg tertuduh karena Al-Husein ke Iraq atas undangan mereka. begitu banyak distorsi sejarah sehingga mengakibatkan kesimpulan yg keliru thd sejarah kita, sepengetahuan saya justru ebgaian besar para pemimpin baik dari kalangan bani umayyah maupun Abbasiyyah berusaha memuliakan keturunan ahlul bait. wallahu a’lam.
kami sangat yakin bahwa ahlul bait adalah para ulama ahlussunnah (Islam itu sendiri) bukan syi’ah, mereka berlepas diri dr syi’ah, dalam kitab-kitab hadits pegangan ahlus sunnah terdapat juga beberapa riwayat dari ahlul bait. sehingga tuduhan yg sangat rancu bahwa ahlussunnah tidak mengikuti ahlul bait. skrg pertanyaan, syi’ah mengatakan mengikuti 12 imam, coba mana Imam yg ke 12? yg katanya ghaib, apakah anda bs menerima kita harus mengikuti Imam yg ga ada wujudnya?.
tokoh Ibnu Saba’ bukan hanya diriwayatkan oleh Sayf bin Umar saja, silahkan anda baca di blog ini juga mengenainya. saya pun sepakat dg Bapak bahwa Yahudi dan Nashrani terus membuat makar agar Islam bisa lenyap dari muka bumi, hal itu sudah mereka lakukan sejak awal2 tegaknya Islam sehingga Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menghukum mereka, demikian juga terbunuhnya Umar ra, terbunuhnya Utsman ra dan perselisihan para sahabat setelah itu semua adalah makar dr musuh2 Islam salah satunya adalah kelompok sabaiyyah yg dipimpin oleh Ibnu Saba Al-Yahudi.
slogan Bapak sangat indah dan itulah sebenarnya yg kita idam-idamkan selama ini… tetapi persatuan atas dasar apa dg Syi’ah Imamiyyah yg jelas berbeda dalam hal Aqidah? karena persatuan itu harus ada landasannya. ingatkah anda akan sejarah Shalahuddin Al-Ayyubi? mengapa beliau membasmi terlebih dahulu Rezim Syi’ah Fatimiyyah sebelum menggempur kaum Salib dan akhirnya beliau meraih kemenangan? jawabannya adalah karena syi’ah bagi beliau adalah duri dalam daging, musuh dalam selimut yang menggunting dalam lipatan maka harus disingkirkan terlebih dahulu. belum lagi sejarah telah banyak mencatat kekejian mereka thd kaum muslimin. seorang muslim awwam akan lebih terpikat dg org munafik yg menunjukkan keislaman daripada org yang jelas2 mereka adalah Yahudi atau Nashrani.
Terima kasih kembali atas komentarnya Bapak…
Mohon izin berkomentar lagi, Bapak.
Sebelumnya saya ucapkan terima kasih atas tanggapan komentar saya diatas. Benar-benar sebuah awal diskusi yang menarik.
Berikut tambahan tulisan saya mengenai kontroversi hadith tsaqalain berdasarkan diskusi dengan sejumlah kawan dan saudara. Sekaligus merupakan revisi pemahaman saya yang baru belajar ini ttg hadith tsaqalain.
Hadith-hadith tsaqalain adalah salah satu akar perbedaan antara syiah dengan sunni. Yang dimaksud dengan hadith tsaqalain adalah hadith yang berisi sabda Nabi saw yang menyebutkan perihal tsaqalain (dua pusaka) yang beliau tinggalkan kepada ummat. Pada dasarnya hadith-hadith tsb menjadi kontroversi karena salah satu dari 2 pusaka yang dimaksud adalah “ahlul bayt”. Sedangkan mengenai salah satu pusaka yang lain, yaitu “Kitabullah”, dapat dikatakan tidak ada perselisihan atasnya bagi kedua pihak (syiah dan sunni). Atas dasar hadith inilah syiah menyandarkan doktrin kepatuhan mutlak kepada ahlul bayt (dan itrahnya). Didukung oleh hujjah lain yang diyakini oleh pihak syiah (surah 33:33 dan hadith kisa’), maka status ahlul bayt dan itrahnya sebagai petunjuk/pedoman juga menjadi ma’shum.
Realitas sejarah juga mencatat adanya upaya menyimpangkan hadith tsaqalain, termasuk yang dialami oleh saya sendiri, dimana dalam pelajaran agama Islam yang diajarkan sejak sekolah dasar, hadith tsaqalain yang diajarkan menyebutkan bahwa 2 pusaka yang dimaksud adalah: Kitabullah dan sunnah Nabi saw. Padahal hadith yang menyebutkan “sunnahku” ternyata derajatnya tidak sahih.
Saya sudah dapati ada 11 hadith tsaqalain (ada yang pernah mendapatkan lebih?). Semua hadith bersumber dari seorang saksi/pelaku sejarah, yakni Zaid bin Arqam ra. Kecuali 1 hadith yang menyebutkan Ali ra sebagai saksi/pelaku sejarah yang menjadi sumbernya (dalam kitab Musykil Al Athar, karya Ath Thahawi). Sementara 1 hadith lagi menyebutkan Jabir bin Abdillah ra (dalam kitab Sunan Tirmidzi). Hadith yang bersumber dari Ali diatas juga menjadi kontroversi perihal kata “mawla” yang oleh syiah dipahami sebagai pelantikan Ali ra menjadi pemimpin.
Sepemahaman saya, hadith-hadith tsaqalain awalnya dapat saya bagi menjadi setidaknya 3 kelompok:
Kelompok pertama adalah hadith-hadith tsaqalain yang terkait dengan peristiwa khutbah Nabi saw di ghadir khumm, yang juga terkenal dengan hadith-hadith ghadir khumm. Kontroversi pemahaman antara syiah dengan sunni terkait hadith ghadir khumm setidaknya mencakup 3 hal:
– 2 pusaka (Al Quran dan ahlul bayt)
– siapakah ahlul bayt
– serta pelantikan Ali ra sebagai pemimpin
Namun fokus kali ini adalah khusus membahas tsaqalain (2 pusaka) saja. Dalam kelompok ini ada 7 hadith, yaitu:
– 4 hadith dari Imam Muslim (nomor 5920-5923)
Yazid bin Hayyan berkata: “Aku bersama Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim pergi menemui Zaid bin Arqam. Setelah kami duduk di sisinya, Husain berkata kepadanya (Zaid bin Arqam): Wahai Zaid, engkau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Engkau berjumpa dengan Rasulullah (saw), engkau mendengar sabda beliau, engkau berperang bersama beliau, dan engkau shalat di belakang beliau. Wahai Zaid, engkau telah memperoleh kebaikan yang banyak. Wahai Zaid, sampaikanlah kepada kami apa yang engkau dengar dari Rasulullah (saw). Ia (Zaid bin Arqam) berkata: Aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang aku dengar dari Rasulullah (saw). Maka terimalah apa yang bisa aku sampaikan kepadamu dan apa yang tidak aku sampaikan kepadamu janganlah engkau memaksaku untuk menyampaikannya. Kemudian ia (Zaid bin Arqam) berkata: Pada suatu hari Rasulullah (saw) berdiri menyampaikan khutbah di suatu daerah perairan yang bernama Khumm yang terletak antara Makkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, meninggikanNya, lalu beliau berkhutbah menasehati (kami) dan bersabda: Sekarang mengenai tujuan kita. Wahai manusia, aku adalah manusia (seperti kalian). Sebentar lagi utusan Rabb-ku (malaikat pencabut nyawa) akan datang, dan aku akan menyambut panggilan Allah. Tapi aku akan meninggalkan kepada kalian tsaqalain (2 pusaka), yaitu: Pertama, Kitabullah yang padanya berisi petunjuk dan cahaya, karena itu berpegang teguhlah kalian padanya dan taatilah. Beliau menasehati (kami) untuk (berpegang teguh kepada) Kitabullah. Kemudian beliau bersabda: Kedua adalah ahlul baytku. Aku ingatkan kalian (akan tanggung jawab kalian) kepada ahlul baytku. Ia (Husain) bertanya kepada Zaid: Wahai Zaid, siapakah ahlul bayt beliau (Rasulullah saw)? Apakah istri-istri beliau bukan ahlul baytnya?. Maka ia (Zaid bin Arqam) menjawab: Istri-istri beliau memang ahlul-baitnya, (namun) ahlul bayt beliau adalah orang-orang yang diharamkan menerima zakat. Dan ia (Husain) bertanya: Siapakah mereka?. Maka ia (Zaid bin Arqam) menjawab: Ali dan keluarga Ali, Aqil dan keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas. Husain berkata: Mereka semua adalah yang diharamkan menerima zakat. Zaid berkata: Ya”. (Hadith #5920)
Hadith #5921 memiliki redaksi yang sama dengan hadith #5920, namun berbeda sanad.
Hadith #5922 juga berbeda sanad dengan hadith #5920, namun memiliki redaksi yang sama dengan tambahan: “Kitabullah berisi petunjuk yang lurus, cahaya, dan barang siapa yang menaatinya dan berpegang teguh padanya, maka ia berada di atas petunjuk. Dan barang siapa yang menyimpang, maka ia tersesat”.
Yazid bin Hayyan berkata: “Kami menemui Zaid bin Arqam, lalu kami katakan kepadanya: Sungguh kamu telah menemukan banyak kebaikan. Kamu telah bertemu dengan Rasulullah (saw), shalat di belakang beliau – dan seterusnya sebagaimana hadits Abu Hayyan (#5920), hanya terdapat variasi kalimat: Rasulullah bersabda: Ketahuilah sesungguhnya aku meninggalkan kalian 2 pusaka. Salah satunya adalah Kitabullah, yang tinggi dan mulia, ialah tali Allah. Barang siapa yang berpegang teguh padanya akan berada dalam petunjuk. Dan barang siapa yang meninggalkannya maka dia akan tersesat. Juga di dalam hadith ini disebutkan perkataan: Lalu kami bertanya: Siapakah ahlul bayt beliau? Apakah istri-istri bukan ahlul bayt beliau?. Dia (Zaid) menjawab: Bukan, demi Allah. Sesungguhnya seorang wanita bisa saja mendampingi seorang pria (sebagai istrinya) untuk waktu tertentu. Tapi kemudian bisa saja ia (pria itu) menalaknya hingga akhirnya dia kembali kepada bapaknya dan kaumnya. Ahlul bayt beliau adalah keluarga beliau dan keturunan beliau (yang berhubungan darah dengan beliau), yang diharamkan bagi mereka untuk menerima zakat. (Hadith #5923)
– 1 hadith dari Imam Ahmad bin Hambal (4/366)
Yazid bin Hayyan At Taimiy berkata: “Aku, Husain bin Sabrah, dan Umar bin Muslim pergi menemui Zaid bin Arqam. Ketika kami duduk di sisinya, Husain berkata kepadanya: Sesungguhnya engkau telah mendapatkan kebaikan yang banyak, wahai Zaid. Engkau telah berjumpa dengan Rasulullah (saw) dan mendengar sabdanya. Engkau juga telah berperang bersamanya dan shalat bersamanya. Engkau sungguh telah mendapatkan kebaikan yang banyak. Karena itu, ceritakanlah kepada kami apa yang telah engkau dengar dari beliau. Zaid berkata: Demi Allah, usiaku telah lanjut, masaku telah berlalu, dan aku telah lupa sebagian yang telah aku ingat dari Rasulullah (saw). Maka apa yang aku ceritakan pada kalian, terimalah. Dan apa yang tidak, maka janganlah kalian membebankan aku dengannya. Ia (Zaid) berkata: Pada suatu hari Rasulullah (saw) berdiri dan berkhutbah kepada kami di sebuah mata air yang disebut Khumm, yakni bertempat antara Ka’bah dan Madinah. Kemudian beliau memuji Allah dan mengagungkan-Nya. Beliau memberi nasehat dan peringatan. Dan setelah itu beliau bersabda: Wahai manusia, aku hanyalah seorang manusia, hampir saja utusan Rabb-ku mendatangiku hingga aku pun memenuhinya. Sesungguhnya aku meninggalkan 2 pusaka di tengah-tengah kalian. Yang pertama adalah Kitabullah ‘azza wajalla. Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Karena itu, berpegang teguhlah kalian padanya dan taatilah. Beliau menasehati (kami untuk berpegang teguh) kepada Kitabullah. Kemudian beliau bersabda lagi: Dan (yang kedua adalah) ahlul baytku. Aku ingatkan kalian kepada Allah akan ahlul baytku, aku ingatkan kalian kepada Allah akan ahlul baytku, aku ingatkan kalian kepada Allah akan ahlul-baitku. Kemudian ia (Husain) bertanya kepadanya (Zaid): Siapakah ahlul baytnya, wahai Zaid? Apakah istri-istri beliau bukan termasuk ahlul bayt beliau? Zaid menjawab: Istri-istri beliau termasuk bagian dari ahlul bayt beliau. Akan tetapi, ahlul bayt beliau adalah mereka yang diharamkan untuk menerima sedekah. Husain bertanya lagi: Siapakah mereka? Zaid menjawab: Keluarga Ali, keluarga Aqil, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas. Husain bertanya lagi: Apakah mereka semua diharamkan menerima sedekah? Ia (Zaid) menjawab: Ya”.
– 1 hadith dari kitab Mustadrak Al Hakim (Mustadrak ala Sahihain)
Dari Abu Thufail bin Watsilah: Ia mendengar Zaid bin Arqam ra berkata: “Rasulullah (saw) berhenti di suatu tempat antara Makkah dan Madinah di dekat pohon-pohon yang teduh, dan orang-orang membersihkan tanah di bawah pohon-pohon tersebut. Kemudian Rasulullah (saw) mendirikan shalat. Setelah itu beliau (saw) berkhutbah kepada orang-orang. Beliau memuji dan meninggikan Allah ta’ala, mengingatkan dan menasehati (kami). Kemudian beliau (saw) bersabda: Wahai manusia, aku tinggalkan kepadamu 2 pusaka, yang apabila kamu mengikuti keduanya maka kamu tidak akan tersesat yaitu Kitabullah dan ahlul baytku, itrahku. Kemudian beliau melanjutkan: Bukankah aku ini lebih berhak terhadap kaum muslimin dibanding diri mereka sendiri? Orang-orang menjawab: Ya. Kemudian Rasulullah (saw) bersabda: Barangsiapa yang menganggap aku sebagai mawlanya, maka Ali adalah juga mawlanya”.
– 1 hadith dari kitab Musykil Al Athar karya Ath Thahawi (hanya ini yang bersumber dari Ali ra)
Dari Ali: Nabi saw berteduh di Khum kemudian beliau keluar sambil memegang tangan Ali. Beliau bersabda: “Wahai manusia, bukankah kalian bersaksi bahwa Allah ‘azza wa jalla adalah Rabb kalian? Orang-orang berkata: Benar. Beliau kembali bersabda: Bukankah kalian bersaksi bahwa Allah dan Rasul-Nya lebih berhak atas kalian lebih dari diri kalian sendiri, serta Allah ‘azza wa jalla dan Rasul-Nya adalah mawla bagi kalian?. Orang-orang berkata: Benar. Beliau (saw) kembali bersabda: Maka barang siapa yang menjadikan aku sebagai mawlanya maka dia ini juga sebagai mawlanya – atau (Rasul saw bersabda): Maka Ali sebagai mawlanya (keraguan di bagian ini dari Ibnu Marzuq). Aku tinggalkan bagi kalian yang jika kalian berpegang teguh padanya maka kalian tidak akan tersesat yaitu Kitabullah yang berada di tangan kalian, dan ahlul bayt-ku”.
Kelompok kedua adalah hadith tsaqalain yang terkait dengan peristiwa khutbah Nabi saw di arafah pada saat haji wada, yaitu 1 hadith dari Sunan Tirmidzi nomor 3786. Saya berikan catatan bahwa khutbah Nabi saw di arafah ini sama sekali tidak menyinggung pelantikan Ali ra sebagai pemimpin. Dimana secara pribadi saya menganggap jika Nabi saw memang bermaksud mengumumkan Ali ra sebagai penerusnya, akan lebih tepat jika penyampaiannya pada saat di arafah ini, dimana ummat yang berkumpul jauh lebih banyak dan merepresentasikan berbagai wilayah di dunia Islam, dibanding di ghadir khumm yang hanya mewakili rombongan haji yang hendak pulang ke Madinah dan daerah utara lainnya.
Dari Zaid bin Al Hasan, ia adalah Al Anmathiy, dari Ja’far bin Muhammad, dari ayahnya, dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: “Aku melihat Rasulullah saw dalam hajinya ketika di Arafah, beliau sedang berkhutbah di atas untanya, Al Qahwa, dan aku mendengar beliau bersabda: Wahai manusia, sesungguhnya aku meninggalkan di tengah-tengah kalian sesuatu yang jika kalian berpegang padanya, maka kalian tidak akan pernah sesat, yaitu Kitabullah, dan itrahku ahlul baytku”.
Kelompok ketiga adalah hadith-hadith tsaqalain yang tidak memiliki penjelasan waktu terjadinya peristiwa. Hanya memberitakan bahwa Nabi saw pernah menyampaikan demikian-demikian. Ada 3 hadith, yaitu:
– 1 hadith dari Imam Ahmad bin Hambal (3/26)
Dari Abdul Malik, yaitu Ibnu Abi Sulaiman, dari Athiyyah, dari Abu Sa’id Al Khudriy, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: “Aku tinggalkan untuk kalian 2 pusaka, salah satunya lebih agung dari yang lain; Kitabullah, tali yang dibentangkan dari langit ke bumi, dan itrahku ahlul bayt-ku, keduanya tidak akan berpisah hingga mereka tiba di telagaku”.
– 1 hadith dari Sunan Tirmidzi nomor 3788
Dari Al A’masy, dari Athiyyah, dari Abu Sa’id. Dan Al A’masy dari Habib bin Abi Tsabit, dari Zaid bin Arqam ra, mereka berdua berkata: Telah bersabda Rasulullah (saw): “Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian sesuatu yang sekiranya kalian berpegang teguh padanya, niscaya kalian tidak akan tersesat, salah satu dari keduanya itu lebih agung dari yang lain, yaitu Kitabullah, tali yang Allah bentangkan dari langit ke bumi, dan itrahku ahli baitku, dan keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya datang menemuiku di telagaku, oleh karena itu perhatikanlah oleh kalian, apa yang kalian perbuat terhadap keduanya sepeninggalku”.
– 1 hadith dari kitab Al Ma’rifat wat Tarikh karya Al Fasawi (1/536)
Dari Yahya, ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al Hasan bin Ubaidillah, dari Abu Dhuha, dari Zaid bin Arqam, ia berkata: Telah bersabda Nabi (saw): “Aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang teguh padanya maka kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah ‘azza wa jalla, dan itrahku ahlul baytku. Dan keduanya tidak akan berpisah hingga kembali kepadaku di telagaku”.
Berdasarkan redaksi hadithnya, saya membagi hadith-hadith tsaqalain setidaknya ke dalam 2 kelompok:
Kelompok pertama adalah hadith-hadith tsaqalain yang secara redaksional menyebutkan Kitabullah adalah petunjuk/pedoman dst – kemudian menyebutkan ahlul bayt tanpa keterangan ahlul bayt tsb menyertai Kitabullah sebagai petunjuk/pedoman. Ada 5 hadith, yaitu:
– 4 hadith dari Imam Muslim (nomor 5920-5923)
Salah satu contoh redaksinya adalah sbb:
“Pertama, Kitabullah yang padanya berisi petunjuk dan cahaya, karena itu berpegang teguhlah kalian padanya dan taatilah. Beliau menasehati (kami) untuk (berpegang teguh kepada) Kitabullah. Kemudian beliau bersabda: Kedua adalah ahlul baytku”.
– 1 hadith dari Imam Ahmad bin Hambal (4/366)
Redaksinya sbb:
“Yang pertama adalah Kitabullah ‘azza wajalla. Di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Karena itu, berpegang teguhlah kalian dengannya dan taatilah”. Beliau menasehati (kami untuk berpegang teguh) kepada Kitabullah. Kemudian beliau bersabda lagi: “Dan (yang kedua adalah) ahlul baytku”.
Kelompok kedua adalah hadith-hadith tsaqalain yang secara redaksional menyebutkan Kitabullah dan ahlul bayt “berdampingan sebagai petunjuk/pedoman”. Ada 6 hadith, yaitu:
– 1 hadith dari Imam Ahmad bin Hambal (3/26)
Redaksinya sbb:
“Aku tinggalkan untuk kalian 2 pusaka, salah satunya lebih agung dari yang lain; Kitabullah, tali yang dibentangkan dari langit ke bumi, dan itrahku ahlul bayt-ku, keduanya tidak akan berpisah hingga mereka tiba di telagaku”.
Secara khusus saya hendak memberikan catatan untuk hadith dari Imam Ahmad bin Hambal diatas, bahwa redaksi hadith yang menyebutkan Kitabullah dan ahlul bayt berdampingan sebagai petunjuk/pedoman tidak sefrontal kelima hadith lainnya. Yang saya maksudkan adalah tidak adanya bagian serupa: “apabila kalian berpegang teguh padanya/pada keduanya“. Dapat disimak hadith-hadith selanjutnya.
– 2 hadith dari Sunan Tirmidzi nomor 3786 dan 3788
Salah satunya memiliki redaksi sbb:
“Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian sesuatu yang sekiranya kalian berpegang teguh padanya, niscaya kalian tidak akan tersesat, salah satu dari keduanya itu lebih agung dari yang lain, yaitu Kitabullah, tali yang Allah bentangkan dari langit ke bumi, dan itrahku ahli baitku, dan keduanya tidak akan berpisah hingga keduanya datang menemuiku di telagaku”.
– 1 hadith dari kitab Al Ma’rifat wat Tarikh karya Al Fasawi (1/536)
Redaksinya sbb:
“Aku tinggalkan untuk kalian yang apabila kalian berpegang teguh padanya maka kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah ‘azza wa jalla, dan itrahku ahlul baytku”.
– 1 hadith dari kitab Mustadrak Al Hakim (Mustadrak ala Sahihain)
Redaksinya sbb:
“Wahai manusia, aku tinggalkan kepadamu 2 pusaka, yang apabila kamu mengikuti keduanya maka kamu tidak akan tersesat yaitu Kitabullah dan ahlul baytku, itrahku”.
– 1 hadith dari kitab Musykil Al Athar karya Ath Thahawi
Redaksinya sbb:
“Aku tinggalkan bagi kalian yang jika kalian berpegang teguh padanya maka kalian tidak akan tersesat yaitu Kitabullah yang berada di tangan kalian, dan ahlul bayt-ku”.
Catatan saya berikutnya adalah: dari 5 hadith terakhir yang redaksionalnya menyebutkan Kitabullah dan ahlul bayt “berdampingan sebagai petunjuk/pedoman”, 4 hadith menggunakan kata “bihi” yang menunjukkan kata ganti tunggal untuk menyebutkan “sesuatu” yang dinisbatkan sebagai petunjuk/pedoman (contoh: jika kalian berpegang teguh kepada“nya”; “nya” disini menggunakan kata “bihi”). Kondisi ini berlaku pula untuk hadith yang bersumber dari Ali ra dalam kitab Musykil Al Athar (yang ada kontroversi pelantikan Ali ra sebagai pemimpin). Jadi meski Kitabullah dan ahlul bayt secara redaksional seakan disebut berdampingan, namun yang hendak dinisbatkan sebagai petunjuk/pedoman hanya salah satu saja, karena penggunaan kata ganti tunggal tsb. Dalam bahasa Indonesia hal ini tidak terlihat karena bahasa Indonesia tidak mengenal kata ganti tunggal-jamak untuk konteks ini, sehingga hanya menggunakan sebutan “nya”. Jika menggunakan bahasa Inggris mungkin dapat terlihat karena seharusnya diterjemahkan sebagai “it” (bukan “them”).
Jika Kitabullah dan ahlul bayt secara bersama-sama hendak dinisbatkan sebagai petunjuk/pedoman, maka yang digunakan adalah “bihima”.
Hanya 1 hadith yang secara redaksional benar-benar “mendampingkan Kitabullah dan ahlul bayt sebagai petunjuk/pedoman” dengan menggunakan kata ganti jamak “huma”, (diterjemahkan menjadi “keduanya”; “Wahai manusia, aku tinggalkan kepadamu 2 pusaka, yang apabila kamu mengikuti keduanya maka kamu tidak akan tersesat yaitu Kitabullah dan ahlul baytku, itrahku”) yaitu dalam kitab Mustadrak Al Hakim. Perlu diketahui, bahwa kitab Mustadrak ini direspons oleh Al Dzahabi dengan kitab Talkhis al Mustadrak yang bermaksud “merevisi” kekurangotentikan hadith-hadith Bukhari dan Muslim (sahihain) yang dibawakan oleh Al Hakim.
Terakhir, sebagai pelengkap saja, saya hendak menambahkan pemakaian logika sederhana dalam memahami kontroversi tsaqalain, khususnya untuk peristiwa ghadir khumm (ini terlepas dari peristiwa khutbah haji wada di arafah). Bahwa peristiwa tsb terjadi hanya sekali, dan disitu Nabi saw tentu hanya mengatakannya sekali saja. Bagaimana redaksi perkataan Nabi tsb persisnya, wallahua’lam, yang jelas hanya 1 versi (1 pengertian) saja yang benar, tidak ambigu. Bahwa sumber hadith, baik dari tangan pertama maupun tangan berikutnya, hingga akhirnya sampai ke saya dan juga ke Anda, bisa saja menyampaikan redaksi kalimat berdasarkan persepsi/penangkapan/pemahaman si penyampai sendiri.
Jika saya adalah seorang guru, kemudian di depan seisi kelas saya berseru: “Anak-anak, makanlah apel, buah yang bergizi dan berwarna merah, dan juga jeruk”. Disitu saya hendak menisbatkan apel saja sebagai buah yang bergizi dan berwarna merah. Sementara jeruk, bisa jadi ia bergizi, tapi ia tidak berwarna merah.
Jika kemudian murid-murid saya bercerita kepada orang tuanya di rumah, mungkin mereka bisa menyampaikan persis seperti apa yang saya maksudkan; tapi mungkin pula mereka menyampaikan pengertian yang berbeda dengan redaksi sbb: Pak Guru berkata “Anak-anak, makanlah apel dan jeruk, buah yang bergizi dan berwarna merah”, atau “Anak-anak, makanlah buah yang bergizi dan berwarna merah, yaitu apel dan jeruk”.
Barangkali tidaklah terlalu penting perkara apel-jeruk ini untuk mengetahui versi mana yang benar, namun jika terkait dengan perkara petunjuk/pedoman hidup, ia dapat menyebabkan seseorang mengambil jalan yang lurus atau jalan yang sesat.
Wallahua’lam, silahkan menentukan keyakinan, seperti apa pemahaman Anda terhadap hadith-hadith tsaqalain.
Silahkan Anda sekalian mengunjungi 1syahadat.wordpress.
Baru komentar di satu postingan saja, sudah terlihat kontradiksi pernyataan Mas 1syahadat.
Komentar sebelumnya:
STOP BERSELISIH, BERSATULAH, KARENA HANYA DGN BERSATU KALIAN BISA MENGALAHKAN MUSUH-MUSUH ALLAH!
Komentar terakhir:
Barangkali tidaklah terlalu penting perkara apel-jeruk ini untuk mengetahui versi mana yang benar, namun jika terkait dengan perkara petunjuk/pedoman hidup, ia dapat menyebabkan seseorang mengambil jalan yang lurus atau jalan yang sesat.
Dimana sebenarnya posisi Mas 1syahadat?
Mas Taufik Saudaraku,
Memang saya akui ada kesan kontradiksi. Yang bisa saya jelaskan adalah:
Yang namanya ajaran/ideologi/isme, tidak akan pernah bisa bersatu.
Yang bisa bersatu adalah manusianya. Bersatu dimana? Dalam wadah yang benar: Islam, ya cuma Islam, sebagaimana yang pernah diajarkan oleh Nabi saw, dimana kita hanya berserah diri sebagai muslim. Bukan sunni, juga bukan syiah. Bagi yang masih menyukai labelisasi, stigmatisasi, generalisasi, dsb, semoga Allah membukakan mata hatinya.
Dalam konteks hadith tsaqalain ini mungkin saya terkesan pro sunni. Sementara dalam pemahaman saya tentang sikap thd Yazid dan juga Muawiyah, misalnya, mungkin saya cenderung terkesan pro syiah (meski yang dimaksud pro Yazid/Muawiyah kata orang lebih tepatnya adalah salafi, bukan sunni).
Dimana posisi saya, silahkan Anda saja persepsikan. Saya berserah diri kepada Allah atas semua persepsi manusia. Kalau Anda, dimana posisi Anda Mas?
Assalamu’alaikum,
Mas 1syahadat, saya ingin bertanya simpel saja. Anda kan menghimbau :
STOP BERSELISIH, BERSATULAH, KARENA HANYA DGN BERSATU KALIAN BISA MENGALAHKAN MUSUH-MUSUH ALLAH!
Afwan mas 1syahadat, sudahkah kalimat itu mas ucapkan di blog-blog syi’ah seperti jakfari, ressay, secondprince, abusalafy dkk?
Kalau sudah, apa tanggapan mereka mas?
Alaykum salam, Saudaraku.
Komentar Saya yang berisi ajakan demikian saat ini belum Saya sampaikan ke mereka. Insya Allah pada waktunya. Dan mohon doanya, karena insya Allah kita adalah sesama orang yang yakin akan kekuatan doa.
Mudah-mudahan ini tidak menjadikan Saya dipandang sebagai berat sebelah. Karena bagi Saya yang penting adalah mulai dari diri sendiri dulu. Mudah-mudahan begitu pula dengan Anda.
Sementara ini Saya berprasangka, bahwa baik syiah maupun sunni punya “tingkatan” yang berbeda. Saya akan lebih fokus kepada tingkatan “yang masih bisa diajak diskusi dengan beradab”. Kalau yang sudah kafir-kafiran, bahkan mungkin bawaannya mau bunuh-bunuhan, biarlah Allah swt yang menjadi Pengadil.
Sebagaimana Saya tulis diatas, ajaran/ideologi, apa lagi yang sudah berabad-abad umurnya, tidak akan pernah bisa bersatu, kecuali salah satunya takluk/hancur. Yang bisa diajak bersatu adalah manusianya. Ayo bersatu, melawan musuh yang saat ini nyata-nyata jauh lebih kuat dari kita (Yahudi dan Nasrani) dan sangat dzalim perbuatannya terhadap saudara-saudara Kita.
Wallahua’lam.
@1syahadat,
Wa ‘alaykumussalaam wa rahmatullah,
Quote Kalau yang sudah kafir-kafiran, bahkan mungkin bawaannya mau bunuh-bunuhan, biarlah Allah swt yang menjadi Pengadil.
Bagaimana tanggung jawab Anda terhadap muslim awam yang tidak tahu tentang kelompok seperti itu? Yang bisa jadi mereka akan terjerumus ke dalamnya. Apa yang akan Anda katakan terhadap mereka? Atau Anda biarkan saja?
Maaf, saya hanya ingin tahu lebih detail tentang konsep persatuan yang Anda tawarkan.
Assalamu’alaikum,
Kalau begitu saya ingin menghimbau pada antum. Bisakah antum mengubah akidah para syi’i yg mengkafirkan para sahabat (khususnya mereka amat membenci Abu Bakar, Umar dan Utsman loh, pasti antum sudah tahu kan?) dan mengajak akidah mereka pada akidah ahlussunnah wal jamaah yg sudah menjadi ijma’ kaum muslimin didunia ini? Bisakah antum mengajak mereka untuk tidak lagi meributkan masalah fadak, masalah ahlul kisa, masalah hadits tsaqolain, tragedi hari kamis dimana mereka amat sangat mengutuk Umar bin Khattab karena mereka anggap beliau mencegah Rasulullah untuk menuliskan wasiat? Tentunya wacana ini tidak hanya kita gulirkan di net saja tetapi kita jadikan ajakan untuk mereka di dunia nyata.
Saya husnudzon pada antum, antum punya niat baik ingin menyatukan sunni dengan syi’ah tetapi spt yg antum mungkin sudah tahu, Yahudi/Nasrani jg sangat senang apabila para sahabat -ridhwanullahi ajmain- dicela apalagi banyak para syi’i yg sok-sokan jadi muhaddits pada jaman skrg ini yg mencela Abu Hurairah. Apakah tanggapan Yahudi/Nasrani akan hal ini? Bukankah mereka akan tertawa senang apabila Abu Hurairah dicela2 karena apabila saudara2 muslim yg awam membaca mengenai hal ini, tentu mereka akan terpengaruh pada hadits2 Rasulullah yg diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan konsekuensinya adalah mereka mungkin tidak akan mengimani lg pada hadits2 Rasul, dan ini berarti merubuhkan setengah dari fondasi akidah agama Islam. Dampaknya ya, jgn harap kaum muslimin mau bersatu karena akidah mereka telah terusak oleh tangan2 pengotor itu.
mainkan game “save masjid Al-Aqsha” :
http://mathsanimation.blogspot.com/
Baca baca sejarah islam yuk,,,,
klik :
http://madinah-al-hikmah.net/2006/12/07/surat-khalifah-umar-kepada-mu%E2%80%98awiyah/
[…] Keselamatan Dunia Dan Akhirat?Perang Yarmuk – Takluknya Kerajaan Romawi dibawah Pasukan IslamPemahaman Terhadap Hadits TsaqalainPersaksian Allah Atas Para Sahabat Dalam Surat Al-FathKitab-kitab Samawi (dari Buku-buku […]
catatan serbaneka asrir pasir
Belajar menyimak teks (matan) hadits
Dalam usia sudah lebih tujuh puluh tahun, isteri saya mencoba belajar mengetik, menulis menggunakan komputer pinjaman dari seoang keponakan. Saya iktu-ikutan turut membantu, menolongnya. Adakalanya ikut mencarikan, menemukan ayat-ayat Quran dan Hadits-hadits Rasulullah saw yang dicomot (diunduh, didownload) dari situs http://kitab_kuning.blogspot.com yang terhimpun, terkoleksi dalam suatu mausu’at yang terdiri dari 20 kitab hadits.
Saya sendiri tak mengerti bahasa Arab, hanya sekedar mengenal bahasa Arab dasar yang sangat minim. Dengan hanya memiliki pengetahuan dasar bahasa bahasa Arab yang sangat minim itu, saya meraba-raba mencari teks (matan, naskah) hadits yang diperlukan sebagai rujukan tulisan oleh isteri saya dari mausu’at digital tersebut. Pernah mencari hadits yang maknanya, maksudnya “Aku tinggalakan kepada kamu sekalian dua hal (panduan hidup). Kamu sekalian tak akan tersesat bilamana kamu sekalian berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah RasulNya”. Namun saya gagal, tak berhasil menemukan teks (redaksi, matan) yang bermakna seperti itu. Yang saya temukan hanyalah hadits yang menyebutkan bahwa yang ditinggalkan oleh Rasulullah saw itu adalah Kitabullah dan Ahlul Bait, dalam “Mustadrak” AlHakim dari Zaid bin Arqam, pada kitab Makrifah Shahabat, hadits no.4577. Seangkan hadtis sebelumnya, hadits no.4576 menggunakan lafal “tsaqalain”, dan bukan “amrain”.
Pernah pula mencari hadits yang maknanya, maksudnya “Peliharalah yang lima sebelum datang yang lima”. Hadits tersebut ditemukan dalam “Mustadrak” AlHakim, kitab ArRiqa, hadits no.7846 dari Ibnu Abbas, dalam “Mushanil” Ibnu Syaibah, kitab AzZuhd, hadits no 18/19, dalam “Fathul Bary” Ibnu Hajar, kitab ArRiqaq, komentar hdits no.6053. Sehubungan dengan hadits no.6053 yang maknanya, maksudnya “Hiduplah di dunia seolah-olah bagai orang asing atau sebagai musafir”, ketika mengomentari, mensyarah sanad hadits tersebut, Ibnu Hajar menyebutkan nama Ulama Hadits yang menemukan tadlis (penyamaran) dalam sanad hadits tersebut. Lafal ‘haddatsani” (telah memberitakan kepadaku) aalah tadlis (penyamaran) dari lafal “’an” (dari).
A Qadir Hasan dalam kitabnya “Ilmu Musthalah hadits” menyebutkan bahwa di dalam kitab Bukhari terdapat 1341 hadits Mu’allaq dan dalam Shahih Muslim ada sedikit. Hadits Mu’allaq aalah hadits yang awal sanadnya gugur seorang rawi atau lebih secara berturut-turut. Hadits Mu’allaq itu hukumnya lemah, tidak boleh dipakai sebagai rujukan. Juga disebutkan bahwa dalam Kitab Bukhari dan Muslim terdapat riwayat Mudallas, tetapi riwayat-riwayat itu di bab lain dan di temapt lain, ada sanadnya yang tidak Mudallas. jadi boleh dikatakan tidak ada hadits Mudallas yang tersendiri dalam kedua-dua kitab itu. Hadits Mudallas adalah hadits yang sadanya samar (hal 92,93,99,107).
Kesahihan hadits riwayat Bukhari disepakati oleh semua ahli hadits, apabila hadits-hadits itu dikembalikan kepada kriteria-kriteria jumhur Simak “Ragam Madah” ALMUSLIMUN, Bangil, No.215, hal 69)
(BKS1105190830)
Hadits “Tsaqalai , di riwayatkan melalui banyak jalur sanad , mungkin sekitar 80 jalur sanad yg berbeda beda , yang mengakibatkan “matan” hadits nya berubah dan berselisih.
namun sayang banyak yg memuat hadits “Tsaqalain” hanya sepotong dan tidak keseluruhan hadits nya beserta sanad perawi nya..karena dalam ilmu hadits , ada yang namanya “Jarh wal Ta’dil” , utk mengkaji latar belakang nama sanad perawi nya.
dari seluruh hadits2 Tsaqalain yang ada..yang paling sahih jalur sanad nya yaitu yang ada di kitab sahih Muslim.., ini hadits nya secara lengkap :
Dari kitab sahih Muslim juz 2 hal.279 No.4425
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ ، وَشُجَاعُ بْنُ مَخْلَدٍ ، جميعا ، عَنْ ابْنِ عُلَيَّةَ ، قَالَ زُهَيْرٌ : حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ ، حَدَّثَنِي أَبُو حَيَّانَ ، حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ حَيَّانَ ، قَالَ : ” انْطَلَقْتُ أَنَا وَحُصَيْنُ بْنُ سَبْرَةَ ، وَعُمَرُ بْنُ مُسْلِمٍ إِلَى زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ ، فَلَمَّا جَلَسْنَا إِلَيْهِ ، قَالَ لَهُ حُصَيْنٌ : لَقَدْ لَقِيتَ يَا زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا ، رَأَيْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، وَسَمِعْتَ حَدِيثَهُ ، وَغَزَوْتَ مَعَهُ وَصَلَّيْتَ خَلْفَهُ ، لَقَدْ لَقِيتَ يَا زَيْدُ خَيْرًا كَثِيرًا ، حَدِّثْنَا يَا زَيْدُ مَا سَمِعْتَ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : يَا ابْنَ أَخِي : وَاللَّهِ لَقَدْ كَبِرَتْ سِنِّي ، وَقَدُمَ عَهْدِي وَنَسِيتُ بَعْضَ الَّذِي كُنْتُ أَعِي مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَمَا حَدَّثْتُكُمْ ، فَاقْبَلُوا وَمَا لَا فَلَا تُكَلِّفُونِيهِ ، ثُمَّ ، قَالَ : قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا فِينَا خَطِيبًا بِمَاءٍ يُدْعَى خُمًّا بَيْنَ مَكَّةَ ، وَالْمَدِينَةِ ، فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ، وَوَعَظَ ، وَذَكَّرَ ، ثُمَّ قَالَ : أَمَّا بَعْدُ ، أَلَا أَيُّهَا النَّاسُ ، فَإِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ يُوشِكُ أَنْ يَأْتِيَ رَسُولُ رَبِّي فَأُجِيبَ ، وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ ، أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ ، فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ ، فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ، ثُمَّ قَالَ : وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي ، أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي ، أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي ، فَقَالَ لَهُ حُصَيْنٌ : وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَيْدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ؟ قَالَ : نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ ، قَالَ : وَمَنْ هُمْ ؟ قَالَ : هُمْ آلُ عَلِيٍّ ، وَآلُ عَقِيلٍ ، وَآلُ جَعْفَرٍ ، وَآلُ عَبَّاسٍ ، قَالَ : كُلُّ هَؤُلَاءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ ؟ قَالَ : نَعَمْ ” .
” Telah menceritakan kepada kami Zuhair bin Harb dan Shuja’ bin Makhlad dari Ulayyah yang berkata Zuhair berkata telah menceritakan kepada kami Ismail bin Ibrahim dari Abu Hayyan dari Yazid bin Hayyan yang berkata ”Aku, Husain bin Sabrah dan Umar bin Muslim pergi menemui Zaid bin Arqam. Setelah kami duduk bersamanya berkata Husain kepada Zaid ”Wahai Zaid sungguh engkau telah mendapat banyak kebaikan. Engkau telah melihat Rasulullah SAW, mendengarkan hadisnya, berperang bersamanya dan shalat di belakangnya. Sungguh engkau mendapat banyak kebaikan wahai Zaid. Coba ceritakan kepadaku apa yang kamu dengar dari Rasulullah SAW. Berkata Zaid “Hai anak saudaraku, aku sudah tua, ajalku hampir tiba, dan aku sudah lupa akan sebagian yang aku dapat dari Rasulullah SAW. Apa yang kuceritakan kepadamu terimalah,dan apa yang tidak kusampaikan janganlah kamu memaksaku untuk memberikannya.
Lalu Zaid berkata ”pada suatu hari Rasulullah SAW berdiri di hadapan kami di sebuah tempat yang bernama Ghadir Khum seraya berpidato, maka Beliau SAW memanjatkan puja dan puji atas Allah SWT, menyampaikan nasehat dan peringatan. Kemudian Beliau SAW bersabda “Ketahuilah wahai manusia sesungguhnya aku hanya seorang manusia. Aku merasa bahwa utusan Tuhanku (malaikat maut) akan segera datang dan Aku akan memenuhi panggilan itu. Dan Aku tinggalkan padamu dua pusaka (Ats-Tsaqalain). Yang pertama Kitabullah (Al-Quran) di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya,maka berpegang teguhlah dengan Kitabullah”. Kemudian Beliau melanjutkan, “dan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku”
Lalu Husain bertanya kepada Zaid ”Hai Zaid siapa gerangan Ahlul Bait itu? Tidakkah istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait? Jawabnya “Istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait. Tetapi yang dimaksud Ahlul Bait disini adalah orang yang tidak diperkenankan menerima sedekah setelah wafat Nabi SAW”, Husain bertanya “Siapa mereka?”.Jawab Zaid ”Mereka adalah Keluarga Ali, Keluarga Aqil, Keluarga Ja’far dan Keluarga Ibnu Abbes”. Apakah mereka semua diharamkan menerima sedekah (zakat)?” tanya Husain; “Ya”, jawabnya.
PENJELASAN NYA… :
setelah di muat hadits Tsaqalain secara lengkap di atas , sekarang akan kita ambil potongan dari hadits tersebut / inti hadits tersebut :
mohon agar membaca hadits nya dengan ” JELI” ada kata “Istimsak” ( berpegang ) yg di anjurkan oleh Rasulullah s.a.w dalam wasiat nya..
Potongan hadits nya sebagai berikut :
وَأَنَا تَارِكٌ فِيكُمْ ثَقَلَيْنِ ، أَوَّلُهُمَا كِتَابُ اللَّهِ فِيهِ الْهُدَى وَالنُّورُ ، فَخُذُوا بِكِتَابِ اللَّهِ (((وَاسْتَمْسِكُوا بِهِ))) ، فَحَثَّ عَلَى كِتَابِ اللَّهِ وَرَغَّبَ فِيهِ ، ثُمَّ قَالَ : وَأَهْلُ بَيْتِي أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي ، أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي ، أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي ، فَقَالَ لَهُ حُصَيْنٌ : وَمَنْ أَهْلُ بَيْتِهِ يَا زَيْدُ أَلَيْسَ نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ؟ قَالَ : نِسَاؤُهُ مِنْ أَهْلِ بَيْتِهِ ، وَلَكِنْ أَهْلُ بَيْتِهِ مَنْ حُرِمَ الصَّدَقَةَ بَعْدَهُ ، قَالَ : وَمَنْ هُمْ ؟ قَالَ : هُمْ آلُ عَلِيٍّ ، وَآلُ عَقِيلٍ ، وَآلُ جَعْفَرٍ ، وَآلُ عَبَّاسٍ ، قَالَ : كُلُّ هَؤُلَاءِ حُرِمَ الصَّدَقَةَ ؟ قَالَ : نَعَمْ ” .
” Dan Aku tinggalkan padamu dua pusaka (Ats-Tsaqalain). Yang pertama Kitabullah (Al-Quran) di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya,maka “WA ISTAMSIKU BIHI” (((berpegang))) teguhlah dengan Kitabullah”. Kemudian Beliau melanjutkan, “dan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku”
Lalu Husain bertanya kepada Zaid ”Hai Zaid siapa gerangan Ahlul Bait itu? Tidakkah istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait? Jawabnya “Istri-istri Nabi termasuk Ahlul Bait. Tetapi yang dimaksud Ahlul Bait disini adalah orang yang tidak diperkenankan menerima sedekah setelah wafat Nabi SAW”, Husain bertanya “Siapa mereka?”.Jawab Zaid ”Mereka adalah Keluarga Ali, Keluarga Aqil, Keluarga Ja’far dan Keluarga Ibnu Abbes”. Apakah mereka semua diharamkan menerima sedekah (zakat)?” tanya Husain; “Ya”, jawabnya.
PENJELASAN BERIKUTNYA :
Rasulullah s.a.w menggunakan kata “wastamsiku BIHI” ( berpeganglah ) teguh kepada KITABULLAH.
kata BIHI mengarah kepada 1 pusaka..yaitu Al Qur’an.
jika bunyinya Wastamsiku BIHIMA maka itu artinya mengarah kepada 2 pusaka, akan tetapi Rasulullah dalam wasiat nya menggunakan kata Istimsak ( berpegang ) teguh menggunakan BIHI ( 1 pusaka ) saja.
lalu setelah nya Rasulullah melanjutkan :
kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku, kuperingatkan kalian kepada Allah akan Ahlul Bait-Ku”
Rasulullah s.a.w mengigatkan akan Ahlulbait nya lafadz nya bukan “Istimsak” ( ber pegang ) teguh kepada Ahlul bait nya sebagai penerus nya setelah wafat..akan tetpi yang di wasiatkan agar berpegang teguh dan Istimsak setelah wafat nya adalah “Kitabullah”
sedangkan Ahlulbait nya yang di peringatkan oleh Rasulullah s.a.w agar menghormati derajat keluarga Rasulullah s.a.w dalam hadits nya yaitu :
Al Ali ( keluarga Ali )
Al Aqil ( keluarga Aqil )
Al Abbas ( keluarga Abbas )
Al Ja’far ( keluarga Ja’far )
semua keluarga ini adalah Ahlulbait Rasulullah s.a.w dari Bani Hasyim yang di haramkan sadaqah zakat fardhu.
Ini adalah hadtits “tsaqalain” yang paling sahih jalur sanad nya dari seluruh hadits2 “Tsaqalain” yang ada , tentu setelah melalui proses pengkajian hadits2 itu menggunakan alat nya ( Jarh wal Ta’dil )
dari hadits ini pun tidak ada dalil nya agar ber “Tamassuk” ( berpegang ) kepada Ahlulbait sebagai wasiat penerus Rasulullah s.a.w.
Dan “jika” memang hadits ini di anggap oleh aqidah syi’ah wajib mengikuti Ahlulbait maka kami katakan syi’ah pun ikut melanggar wasiat Rasulullah dalam hadits “tsaqalain” .
“kenapa kami katakan demikian ? “
Setelah khilafah Bani Umayyah runtuh islam di pimpin oleh Khilafah Abbasiyah selama 500 tahun lebih , dan semua khalifah nya / Amirul Mu’minin nya dari “Ahlulbait” , dari ( Al Abbas )
khalifah pertama :
Abdallah bin Muhammad bin Ali bin Abdallah bin Al Abbas bin Abdulmunthalib
lalu di gantikan oleh saudara kandung nya Al Manshur bin Muhammad
lalu di gantikan oleh putra Al Manshur , lalu di gantikan oleh Musa bin Muhammad bin Abdallah bin Muhammad bin Ali bin Abdallah bin Al Abbas bin Abdulmunthalib.
lalu di gantikan oleh saudaranya, yaitu khalifah Harun Al Rasyid , yang sangat terkenal bahkan sejarawan barat mengenal nya dengan baik, pada masa Harun Al Rasyid Islam mengalami masa ke emasan, bahkan menjadi pusat ilmuwan di Baghdad.
hingga kepada Khalifah terakhir Al Mu’tasam , semua ini adalah keturunan Al Abbas ( Ahlulbait ) yang Rasulullah s.a.w peringatkan di hadits “Tsaqalain”
Tapi ironis nya syi’ah mengunggulkan hadits “tsaqalain” tetapi ingkar dan memusuhi dan tidak menganggap SAH khalifah Abbasiyah selama 500 tahun.
Dari sini saja terlihat…..siapakah yang memusuhi Ahlulbait , dan kekhilafaan nya ( Abbasiyah / keturunan Al Abbas ) tidak di anggap SAH sebagai Khalifah islam, selama 500 tahun.
Dan bukan saja sampai di sini..aqidah syi’ah mengunggulkan hadits “tsaqalain” agar mengikuti Ahlulbait ( Al Abbas , Al Aqil , Al Ali , dan Al Ja’far ) , tetapi aqidah syi’ah membenci Abbas dan Aqil, menganggap Abbas dan Aqil ( saudara kandung Ali r.a ) sebagai orang yang di ragukan ke islaman nya.
Bahkan di riwayat kitab2 hadits utama rujukan syi’ah , Al Abbas dan Aqil di laknat abis2an oleh syia’ah. bagaimana masih menggunakan hadits “Tsaqalain” sebagai pedoman???
Ber pegang teguh “padanya” dalam nash arab nya lafadz nya به BIHI..bukan بهما BIHIMA ..
BIHI mengarah kepada 1 hal / pusaka
BIHIMA mengarah kepada 2 / pusaka
Dan Ulama2 Muhaddits yg memang ahlinya dalam mengkaji perawi / sanad menggunakan ilmul hadits Jarh wal Ta’dil… dan yang lebih tau latar belakang perawi2 nya..
Pengkajian itu bukan menggunakan hawa nafsu, alhamdulillah ulama2 Muhaddits Ahlussunnah Waljamaah menjunjung amanat..banyak hadits2 di dalam kitab2 Ahlulsunnah tentang keutamaan2 Abu Bakar yang di nyatakan dhoif, dan juga hadits KISA yang ada di kitab Musnad Ahmad.
Contohnya :
yaitu hadits Ummu salamah r.anha ( Istri Rasulullah ) , yang riwayatnya berbunyi , bahwa ketika Ali , Fatmah , Hasan , Husain di masukkan ke dalam KISA , Rasulullah s.a.w berdoa kepada Allah agar mereka juga di bersihkan sebersih bersih nya oleh Allah , lalu Ummu Salamah berkata : bukankah aku juga dari Ahlibaitmu ? Rasul menjawab : Ya , engkau juga , maka setelah Ali , Fatma , Hasan , Husain pulang , Ummu Salamah di masuk kan ke dalam KISA bersama Rasulullah s.a.w …
Hadits ini oleh ulama2 Muhaddits Ahlulsunnah melalui kajian nya , semua sanad nya sahih , kecual sanad Ibn Hausyab, ada kelemahan nya.
maka hadits ini tidak di anggap sahih di mata Muhaddits Ahlullsunnah, jika Muhaddits Ahlulsunnah tidak menjaga amanat , dan mengunggulkan hawa nafsu demi aqidah nya, pastilah hadits ini akan di Sahih kan sanad nya.
“Hadits tsaqalain yang paling sahih jalur sanad nya yaitu yang lafadzya di dalam kitab sahih Muslim.”
Al Abbas ya Ahlulbait lah , bukan hanya di hadits2 di kitab sunni , tetapi di kitab syi’ah juga.
dari kitab Behar Al Anwar juz 25 hal.237
قد بين رسول الله صلى الله عليه وآله حيث سئل فقال إني تارك فيكم الثقلين:
كتاب الله وأهل بيتي قلنا : فمن أهل بيته ؟
قال : آل علي وآل جعفر وآل عقيل وآل عباس .
“Telah di jelaskan oleh Rasulullah s.a.w dan keluarganya ketika beliau s.a.w di tanyakan dan berkata : aku tinggalkan pada kalian “Tsaqalain” Kitabullah dan Ahlubaiti , lalu kami bertanya : siapakah Ahlubait nya , berkata Rasulullah : Al Ali , Al Ja’far , Al Aqil , Al Abbas”
Dan penjelasannya:
kaum syi’ah juga ingkar kepada wasiat Rasulullah s.a.w , khilafah Abbasiyah selama 500 tahun di anggap musuh besar mereka , dan di anggap khalifah yang tidak sah, runtuh nya khilafah Abbasiyah karena pengkhianatan Rafidhi syi’i, mentri khalifah Al Aqlami yang membocorkan rahasia pertahanan Abbasiyah kepada kaum Tatar Mongolia Hulaku Khan dan 2 juta kaum muslimin pun habis di bantai , dan Baghdad pun berdarah.
“Apakah ini yang namanya cinta Ahlulbait yang sudah di jalani oleh kaum Rafidhoh ?”
kami Ahlulsunnah mengikuti Rasulullah s.a.w , mengikuti sahabat2 setia nya , mengikuti Ahlulbait nya tanpa terkecuali ( termasuk Al Abbas , Al Ja’far , dan Al Aqil ) , Imam Ali juga adalah khalifah kami , Imam Hasan juga khalifah kami , Imam Husain dan 9 keturunan nya juga adalah orang2 yang kami cintai.
kami mencintai semuanya “tanpa terkecuali” justru yang memisah2kan antara mereka itu adalah aqidah rafidhoh, jgn kan sahabat dari Ahlulbait saja ( Al Abbas , Al Aqil , Al Ja’far , Al Ali ) kalian pilih2 kasih membenci Al Abbas dan Al Aqil , apa sih yang tidak luput dari rasa kebencian faham rafidhoh ini ?
Dan dari Ahlulbait pun kalian musuhi..!!!
Wassalam
I was suggested this blog by my cousin. I am no longer
sure whether this submit is written by means of him as nobody
else recognize such special about my problem. You are amazing!
Thank you!
For the reason that the admin of this web page is working,
no question very quickly it will be renowned, due to its
quality contents.