Keberadaan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) yang berperang mengatasnamakan Islam, menjadi isu yang menyedot perhatian banyak negara termasuk Indonesia. Padahal sejak kemunculannya tak lain hanya sebagai propaganda intelijen internasional yang ingin menjatuhkan Islam. Fakta ini bukanlah isapan jempol belaka sebab menebarkan kekacauan di dalam tubuh umat Islam sudah menjadi proyek pihak-pihak tertentu, terutama yang tidak ingin melihat umat dalam keadaan solid.
Menurut beberapa pihak, menciptakan organisasi teroris dunia yang menebarkan ketakutan, tak bisa dipisahkan dengan Amerika Serikat. Hampir setiap kurun waktu akan lahir sebuah kelompok teroris kaliber dunia, yang dilahirkan oleh Central Intelligence Agency (CIA/lembaga kontra intelijen internasioal milik AS). Tujuannya untuk menciptakan Islam sebagai musuh baru pasca berakhirnya era komunisme yang ditandai keruntuhan Uni Soviet. Tak heran bila kelompok teroris yang dibidani, hampir selalu berbendera Islam. Setelah Al-Qaeda ditumpas, kini Islamic State of Iraq and al-Syam (ISIS), yang dijadikan simbol Islam radikal sebagai musuh bersama.
Bocoran di atas bukan isapan jempol semata sebab, mantan pegawai badan intelijen Amerika Serikat, National Security Agency (NSA) yang juga mantan agen CIA, Edward Snowden, pembocor rahasia intelijen AS yang kini bermukim di Rusia mengungkapkan di beberapa media internasional, bahwa bahwa ISIS bukan murni organisasi militan Islam. Organisasi ini merupakan bentukan kerjasama dari badan intelijen Inggris (MI6), Amerika (CIA) dan Israel (Mossad).
Menurut Snowden, mereka secara khusus menciptakan sebuah organisasi teroris yang mampu menarik semua ekstremis dunia untuk bergabung di suatu tempat. Strategi itu populer dalam dunia intelijen dengan sebutan the hornet’s nest (sarang lebah). Penciptaan ISIS itu terdapat dalam dokumen NSA yang dimiliki. Implementasi strategi sarang lebah untuk melindungi entitas Zionis di dunia, dengan menciptakan slogan-slogan keagamaan dan Islam. Dengan strategi ini, kelompok-kelompok yang merupakan musuh Israel dan sekutunya lebih mudah terdeteksi. Tujuan lainnya, untuk merawat instabilitas di negara-negara Arab.
Dalam dokumen yang dirilis oleh Snowden, disebutkan, bahwa satu-satunya solusi melindungi negara Yahudi adalah menciptakan musuh di dekat perbatasannya. Dokumen yang dibocorkan itu mengungkapkan, bahwa pimpinan tertinggi ISIS yang juga seorang ulama, Abu Bakr al-Baghdadi seperti dikutip Moroccantimes, telah dilatih secara militer dan intensif selama satu tahun oleh Mossad. Selain latihan militer dan pengorganisasiannya, dia juga dilatih dalam masalah teologi dan seni berbicara.
Ada pun Global Research, sebuah lembaga peneliti independen dari Canada menyebutkan, bahwa seorang pakar dalam studi oriental berkebangsaan Rusia, Vyacheslav Matuzov, mengatakan pemimpin dari Negara Islam Irak dan Levant (ISIL) Abu Bakr al-Baghdadi memiliki hubungan sangat dekat dan terus bekerja sama dengan CIA. Matuzov menyatakan, “All facts show that Al-Baghdadi is in contact with the CIA and during all the years that he was in prison (2004-2009) he has been collaborating with the CIA,” di Suara Radio Rusia, Selasa, 8 Juli 2014.
Matuzov melanjutkan bahwa AS tidak perlu menggunakan drone untuk mengamati ISIL atau ISIS, karena sudah memiliki akses ke para pemimpin kelompok tersebut. Matuzov juga meyakini sejak komandan teroris merupakan sekutu AS, maka Washington tidak akan memerangi mereka. Mereka adalah bagian dari rencana besar dari AS.
Dalam catatan Global Reserarch, pemimpin ISIL adalah Abu Bakr Al-Baghdadi yang pernah menjadi tahanan di pusat penahanan AS, Camp Bucca di Umm Qasr, kota pelabuhan di Irak selatan, Februari 2004 hingga awal Desember 2004. Pada tahun 2006 Baghdadi kembali aktif di kawasan Irak. Baghdadi selanjutnya mengumumkan diri sebagai khalifah dari negara Islam. Beberapa informasi menyebutkan, pejuang suku Kurdi menemukan bahan makanan kemasan buatan Israel di tempat persembunyian ISIL di Mosul dan kota Kirkuk.
Beberapa laporan pengamat militer juga menyebutkan, rumah sakit milik Israel banyak merawat militan ISIL yang terluka dalam pertempuran. Bahkan Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu juga melakukan kunjungan ke rumah sakit lapangan yang didirikan oleh otoritas Israel di wilayah Suriah yang diduduki ISIL, untuk mengobati pemberontak yang luka akibat bertempur dengan pasukan Suriah.
Fakta-fakta di atas telah menunjukkan dengan terang bahwa ISIS adalah rekayasa pihak-pihak tertentu untuk mengobok-obok umat Islam. Bahkan, Syaikh Abdullah Mustafa Rahhal ulama asal Suriah mengungkapkan testimoninya tetang fakta ISIS bahwa bagi pihak-pihak yang sangat dekat dengan fenomena ISIS di Suriah, kami mengetahui betul bahwa mereka ini jauh dari nilai-nilai Islam. Sebab tujuan mereka adalah untuk menghancurkan Islam sendiri, untuk menstigmakan keburukan dan kejahatan terhadap ajaran Islam. Hal ini diungkapkan saat berdiskusi dengan Forum Indonesia Peduli Syam yang dihadiri di Istanbul, Turki, sebagaimana dikutif detik.com (30/5/2015).
Abdullah menceritakan bahwa ia tinggal di Provinsi Idlib, Suriah, membina Islamic Center bagi lebih dari 5.000 murid dan pejuang-pejuang sipil yang berperang melawan rezim Bashar al-Asaad, termasuk melawan ISIS yang didukung rezim Bashar. Kami yang langsung menghadapi dan menjadi saksi hidup. Kami bukan hanya melihat keadaan di Suriah, tapi kami yang menciptakan peristiwa itu dan mengadakan revolusi di Suriah dan membina pejuang, tegasnya. Kami sendiri—lanjut Abdullah—yang menangkap anggota ISIS, bahkan bukan hanya orang biasa, tapi pemimpin-pemimpinnya. Mereka yang kami tangkap kalau tidak perwira militer pemerintahan, atau perwira dari Iran atau Rusia kemudian dari intelejen Garda Nasional Suriah. Mereka berasal dari sana.
Anggota ISIS alias intelijen yang tertangkap itu diketahui mengganti namanya dengan nama-nama Islam, memakai jenggot, atribut-atribut muslim termasuk mengkampanyekan bendera yang dikenal sebagai simbol ISIS seolah mereka mujahidin. Tak sedikit dari mereka adalah non-muslim. Abdullah akhirnya berkesimpulan bahwa ISIS mendapat dukungan dan turut diciptakan oleh rezim Bashar karena ingin menghentikan perlawanan rakyat Suriah yang menginginkan revolusi atau pergantian rezim. Momentum perlawanan itu terjadi pada Maret 2011 saat banyak sipil terbunuh. Prilaku mereka pun sangat kejam dan biadab menyimpang dari ajaran Islam, karena mereka mulai menimbulkan banyak korban dari anak-anak, memperkosa wanita melakukan pembunuhan dengan kejam.
Abdullah membantah pemberitaan media internasional bahwa ISIS sudah menguasai banyak kota di Suriah dan semakin meluas. Menurut kesaksiannya, ISIS hanya menguasai satu provinsi saja bernama Rakka. Lainnya seperti Idlib tempatnya tinggal dan Allepo dikuasai oposisi atau pejuang Suriah. Selebihnya, dikuasai tentara Bashar seperti Damaskus, Latqia, Homs, meski wilayah pedesaannya masih ada pasukan oposisi. Kenapa kita lambat menguasi kota yang dikuasasi rezim Suriah, karena untuk hindari pertempuran besar yang bisa mengakibatkan korban warga lebih banyak, terang Abdullah.
Masalahnya, di Indonesia isu ISIS begitu dibesar-besarkan, sangat terlihat jika ada yang mengail di air keruh. Bahkan menjadi moment untuk menghabisi para aktivis Islam yang dianggap radikal walaupun itu belum terlihat jelas kesalahannya, diadili tanpa pembelaan. Situasi ini berlangsung terus-menerus tanpa jeda. Selain media yang tidak adil karena begitu massif melakukan blow up informasi tentang ISIS, diplomasi pemerintah kita juga sangat buruk termasuk intelejen yang tidak maksimal mengambil bagian dalam penanganan ISIS.
Menurut KH. Farid Okbah, selama ini memang ISIS hanya diketahui melalui pemberitaan media yang tidak jelas, baik cetak maupun elektronik yang para pemberita tidak pernah bersentuhan dengan para oknum ISIS. Menurut inisiator MIUMI ini, orang Indonesia tidak usah ikut-ikutan sibuk mengurus dan memikirkan ISIS sebab tidak berhubungan langsung dengan Indonesia dan tempatnya pun jauh di Irak dan Suriah.
Senada dengan KH. Fahmi Salim yang juga hadir dalam acara Forum Indonesia Peduli Syam di Turki baru-baru ini menegaskan bahwa isu ISIS sangat merugikan umat Islam terutama di Suriah karena masyarakat dunia termasuk sesama muslim enggan memberikan donasi kepada rakyat Suriah yang sedang tertindas razim Bashar Assad. Di lain pihak para kaki tangan Assad leluasa membantai umat Islam Ahlussunnah yang dianggap pemberontak di sana. Bahkan menurut Alumni magister Al-Azhar Mesir ini, ISIS juga telah menjadi senjata ampuh untuk melumpuhkan umat Islam dengan stigma terorisme. Untuk kasus Indonesia, menurut Fahmi Salim, ISIS bukanlah ancaman, sebab begitu banyak spanduk bertebaran tentang pentingnya membendung pengaruh ISIS namun sampai saat ini tidak ada pun pihak yang marah dan melakukan kekerasan sebagaimana spanduk Syiah.
Ini bisa dibuktikan karena negara yang paling dekat dengan keberadaan ISIS seperti Turki, ISIS sama sekali tidak ada gaungnya. Salah satu delegasi FIPS, Mustofa Nahrawardaya, aktivis muda Muhammadiyah, menambahkan bahwa isu terorisme tentang ISIS di Indonesia berlebihan. Kita jadi tahu setelah ada di Turki, bahwa di dalam Negeri Turki sendiri isu ISIS hanya seperti debu.Tidak seperti di Indonesia yangg lebay dengan memblow up isu ISIS.
Dalam perspektif Islam, tidak semua berita harus diberitakan apa lagi yang tidak jelas kebenarannya dan yang terpenting jangan mudah percaya berita dari media yang dikuasai orang-orang fasik. Wahai orang-orang beriman, jika seorang datang kepada kalian membawa berita yang patut diragukan kebenarannya, maka selidikilah berita itu dengan seksama. Agar kalian tidak melakukan tindakan kebodohan terhadap suatu kaum, sehingga kalian menyesali atas apa yang kalian lakukan itu, (QS. Al-Hujurat[49]: 6).
Kiranya Indonesia membangun network yang sehat melalui diplomasi dengan pihak-pihak yang bertikai di Suriah, baik pemerintah maupun oposisi yang berfungsi meneropong masalah, termasuk ISIS lebih dekat serta dapat memberikan bantuan selayaknya kepada rakyat Suriah yang tertindas oleh penguasa zalim. lebih tepatnya membentuk, Diplomasi Kemanusiaan RI. Wallahu A’lam!
AQL Tebet-Jakarta, 2 Juni 2015.
Dimuat Harian Go Cakrawala Makassar, 03 Juni 2015.
Ilham Kadir, Peserta Kaderisasi Seribu Ulama (KSU) Baznas-DDII; Kandidat Doktor UIKA Bogor.
untuk saat ini ISIS sudah dicap organisasi teroris, namun masih rancu jika berbicara di markasnya sana tentang kasus Suriah
Saya berharap yang terbaik buat seluruh kaum muslimin